Darurat Pariwisata Nasional, Pemerintah Perlu Pikirkan Badan Koordinasi Pariwisata Nasional

Imbas kecelakaan bus yang memakan korban hingga 11 jiwa rombongan wisata (study tour) siswa Sekolah Menengah Kejuruan Lingga Kencana, Depok, di Subang, Jawa Barat, pada Jumat (11/5/2024)

Muhammad Rahmad

6/1/20244 min read

Imbas kecelakaan bus yang memakan korban hingga 11 jiwa rombongan wisata (study tour) siswa Sekolah Menengah Kejuruan Lingga Kencana, Depok, di Subang, Jawa Barat, pada Jumat (11/5/2024), sejumlah pemerintah daerah melarang kegiatan tersebut. Beberapa di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Pemerintah Provinsi Jabar, misalnya, menerbitkan kebijakan pengetatan izin karyawisata melalui Surat Edaran Penjabat Gubernur Jabar Nomor 64 Tahun 2024 tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan. Unsur yang ikut ditekankan mengacu pada keamanan perjalanan, dari segi perizinan hingga kelayakan kendaraan (Kompas.id, 17/5/2024).

Banyaknya kecelakaan yang menimpa bus pariwisata dalam sebulan terakhir, juga disikapi di Kabupaten Pasuruan. Ramp check dilakukan di sejumlah lokasi wisata di Kabupaten Pasuruan oleh Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Jawa Timur, melalui satuan pelayanan Terminal Tipe A Pandaan. Inspeksi dilakukan sepekan mulai 20 sampai 26 Mei. Hasilnya, diketahui ada 40 bus pariwisata ditemukan tidak layak jalan. Baik karena faktor administrasi, juga teknis (RadarBromo, 1/6/2024).

Polemik pelarangan study tour mulai "makan korban". Beberapa rencana perjalanan yang telah tersusun dibatalkan oleh pemesan. Hal ini seperti yang dialami, sopir bus pariwisata PT. Ultima Java Trans, Danang Ragil Santoso. Dia mengatakan beberapa klien telah membatalkan rencana kunjungan ke daerah wisata. "Klien dari sekolah-sekolah ada yang membatalkan setelah ada kabar larangan study tour tersebut. Sekira 20-30 persen," ujarnya, Rabu (29/5/2024) sebagaimana diberitakan Kompas.com (29/5/2024).

Masyarakat pun bingung. Siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan pariwisata secara nasional. Apakah Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II yang bertanggung jawab menertibkan Bus-bus? Atau Gubernur sebagai Kepala Daerah? Atau Kementerian Pariwisata sesuai nama Kementeriannya.

Pada dasarnya, keselamatan dan keamanan para siswa harus menjadi prioritas utama. Kecelakaan yang memakan 11 korban jiwa tentu merupakan tragedi yang sangat memilukan dan wajar jika pemerintah daerah ingin mengambil langkah tegas untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Pengetatan izin dan inspeksi kelayakan armada bus wisata merupakan langkah yang baik untuk memastikan standar keselamatan.

Di sisi lain, pelarangan total kegiatan study tour bisa jadi terlalu ekstrem dan merugikan banyak pihak, termasuk para siswa yang kehilangan kesempatan belajar di luar kelas serta para pelaku usaha pariwisata yang sedang berusaha bangkit pasca pandemi. Seperti dikatakan Danang, solusinya bukan melarang total tapi bagaimana pemerintah bisa lebih tertib dan disiplin menjalankan aturan untuk memastikan keselamatan.

Hemat saya, solusi terbaik jangka pendek adalah Pemerintah harus memperkuat regulasi terkait standar keselamatan armada bus wisata, termasuk inspeksi rutin, sertifikasi, pelatihan pengemudi, dll. Aturan yang ada harus ditegakkan dengan ketat dan pelanggar diberi sanksi tegas. Disamping itu, sekolah dan penyedia jasa wisata juga harus lebih selektif dalam memilih armada yang akan digunakan. Keselamatan harus lebih diutamakan dibanding pertimbangan biaya. Edukasi kepada para siswa, guru, dan orangtua mengenai aspek keselamatan perjalanan juga perlu ditingkatkan agar mereka bisa mengambil keputusan yang bijak.

Dengan pendekatan komprehensif yang mengutamakan pencegahan dan pengawasan ketat, bukan pelarangan, saya yakin kegiatan study tour yang aman dan bermanfaat masih bisa terus dijalankan.

Solusi terbaik jangka menengah dan panjang adalah pentingnya pemerintah memikirkan sejenis single National Tourism Coordinating Board (Badan Koordinasi Pariwisata Nasional) yang juga memiliki organisasi ditingkat propinsi dan kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Bisa saja organisasi tersebut dibebankan ke Kementerian Pariwisata sebagai Koordinator Nasional. Bisa juga didirikan sebuah organisasi dalam bentuk Badan Koordinasi Pariwisata Nasional oleh Pemerintah, yang didalam organisasi itu terdapat unsur-unsur perwakilan seluruh Kementerian terkait, dan perwakilan para pelaku usaha pariwisata.

Peran Organisasi seperti itu sangat krusial dalam situasi ini dan seharusnya menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam merumuskan kebijakan Pariwisata secara Nasional.

Badan Koordinasi Pariwisata Nasional sebagai entitas yang mengkoordinasikan pengelolaan pariwisata secara nasional, berada dalam posisi strategis untuk menjembatani kepentingan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, industri pariwisata (termasuk penyedia jasa transportasi), sekolah, hingga masyarakat lokal. Dengan visi yang komprehensif dan pemahaman mendalam tentang ekosistem pariwisata, organisasi ini dapat memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah dalam merumuskan regulasi yang tepat sasaran. Dengan cara demikian, maka tidak akan kita jumpai lagi lahirnya kebijakan sporadis yang membingungkan ekosistem pariwisata nasional.

Beberapa peran penting yang bisa dilakukan organisasi itu antara lain:

  1. Menyusun standar keselamatan dan kualitas layanan yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa wisata, termasuk armada transportasi untuk study tour. Standar ini harus sejalan dengan regulasi pemerintah namun juga mempertimbangkan realita dan kebutuhan industri.

  2. Melakukan sertifikasi dan pengawasan rutin terhadap penyedia jasa wisata untuk memastikan kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan. Ini akan meringankan beban pemerintah dalam hal pengawasan.

  3. Berkoordinasi dengan sekolah dan penyedia jasa wisata untuk merancang paket study tour yang aman, edukatif, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Organisasi ini ditingakat Kabupaten/Kota bisa menjadi penghubung yang memudahkan komunikasi antar pihak.

  4. Mengedukasi pemangku kepentingan, termasuk sekolah, orangtua, dan siswa tentang aspek keselamatan dan etika berwisata. Organisasi ini bisa menyusun panduan atau menyelenggarakan workshop untuk ini.

  5. Mempromosikan destinasi wisata yang aman dan ramah untuk study tour dalam wilayah kerjanya. Ini akan membantu sekolah dalam memilih tujuan yang tepat dan mendorong distribusi manfaat ekonomi pariwisata yang lebih merata.

Jika pemerintah bisa melibatkan organisasi ini secara strategis dalam perumusan dan implementasi kebijakan terkait pariwisaya termasuk study tour, saya yakin akan tercipta ekosistem pariwisata yang lebih sehat, aman, dan berkelanjutan. Solusi yang dihasilkan pun akan lebih konkret dan aplikatif karena mempertimbangkan perspektif semua pemangku kepentingan.

Tentu saja, peran organisasi ini bukan hanya soal transportasi dan study tour. Ini hanya contoh salah satu peran kecil yang bisa dilakukan oleh organisasi tersebut. ini tentu membutuhkan komitmen dari pemerintah untuk menguatkan peran dan kapasitas organisasi ini secara nasional. Namun saya percaya, investasi di bidang ini akan memberikan hasil yang positif, tidak hanya untuk study tour, tapi untuk pengelolaan pariwisata secara umum. Inilah solusi win-win yang perlu kita upayakan bersama.

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pariwisata Indonesia / Dosen Pariwisata Institut Pariwisata Trisakti